Jakarta, Kominfo – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan kembali bahwa Bali Democracy Forum (BDF) merupakan forum yang inklusif, terbuka dan konstruktif. Melalui forum ini diharapkan semua negara dapat berpartisipasi dan berbagi pengalaman.

Forum ini tidak untuk mencari solusi atas pemasalahan demokrasi di negara tertentu, kata Presiden SBY pada jumpa pers di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Kamis (7/11) siang.

Presiden SBY yang didampingi oleh Menlu Marty Natalegawa, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, para Staf Khusus Presiden, menilai tema BDF ke 6 kali ini, yaitu Consolidating Democracy in a Pluralistic Society, yang relevan bagi banyak negara dan juga bagi Indonesia. “Mengelola kemajemukan merupakan suatu hal yang tiada henti untuk dilakukan”, tutur SBY.

Menurut dia, tantangan utama negara majemuk adalah kehidupan mayarakat yang majemuk itu sendiri.  Kemajemukan itu sendiri merupakan karakteristik masyarakat pluralistik yang ditandai dengan keberagaman agama, budaya, etnisitas, aliran politik, yang memberikan nuansa dan tantangan tersendiri di dalam penerapan prinsip-prinsip demokrasi suatu negara, seperti konflik etnis, intoleransi beragama, kekerasan komunal, dan ekstrimisme.

Untuk mengharmonisasikan antara demokrasi dengan kebebasan, human right, dan kepentingan pembangunan, diperlukannya peraturan hukum, masyarakat yang tertib dan patuh hukum, ujar Presiden seraya menambahkan hal itu  penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas negara.

Presiden mengatakan, demokrasi tidak dapat berjalan sendiri, harus diharmonisasikan dengan elemen lainnya, yang hidup berdampingan secara damai. “Harus memperkuat, bukan melemahkan, karena yang kita tuju adalah negara yang aman dan damai, yang demokratis dan sejahtera”, kata SBY.

BDF ke-6 yang berlangsung dari 7-8 November 2013 di Bali ini dihadiri oleh 42 negara peserta, 44 negara pengamat dan 6 organisai internasional sebagai pengamat. Jumlah peserta BDF dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, terutama dari Asia Pasifik.

Forum ini menempatkan semua negara peserta dalam posisi “unik” dan melalui sharing experience dan best practices dapat menggali mekanisme demokrasi sesuai dengan kondisi masing-masing negara.

Menurut Presiden SBY, ada beberapa isu yang dibahas hari ini dan diangkat berdasarkan pengalaman dari beberapa negara, di antaranya adalah adanya kesepahaman bahwa demokrasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan yang tiada henti; demokrasi memerlukan perdamaian, stabilitas dan pertumbuhan ekonomi; Demokrasi universal dan unik, yang juga bersifat lokal. Tidak ada one-size fits all democracy; dan pentingnya supremasi hukum dalam konsolidasi demokrasi.

“Apabila kebebasan dan hak digunakan dan berjalan sendiri absolut tanpa mematuhi pranata hukum, maka yang akan terjadi adalah anarkis. Harus selalu ada balance”, kata Presiden.

Dia mengungkapkan, salah satu hal yang dibahas pada diskusi hari ini adalah penguatan pilar-pilar demokrasi yang inklusif melalui pemberdayaan peran perempuan dan kaum muda.

Indonesia sebagai negara emerging economy harus menguatkan elemen tersebut. Kaum muda dan perempuan harus dikuatkan sebagai pilar demokrasi, katanya.

Lebih lanjut Presiden SBY mengingatkan bahwa diperlukan adanya semangat dan sikap yang moderat dan toleransi dalam menjalankan demokrasi di dalam masyarakat majemuk. “Pikiran ekstrem dan radikal tidak cocok di dalam masyarakat yang majemuk”, ungkapnya.

Kemudian, tambahnya, hal yang tidak kalah pentingnya adalah peran Informasi, Komunikasi dan Teknologi, diantaranya sosial media untuk mendukung proses demokrasi yang inklusif.

Demokrasi harus menjamah ke sosial media. Bangsa yang cerdas dan bijak harus menyatukan kehidupan di dunia baru dengan nilai nilai demokrasi yang hendak kita tegakkan”, kata Presiden (Az).

Sumber : Disini